MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA
PEMERINTAHAN INDONESIA PADA MASA ORDE
BARU
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
KELAS AKUNTANSI-G
TAHUN AKADEMIK 2015-2016
NAMA KELOMPOK:
1.
ANINDYA NURFITRIJANI (14430159)
2.
NANDA PUTRI DEVI (14430162)
3.
SITI OKTAVIANTI M. P. (14430174)
4.
CHINDY BELLA CHINTHYA (14430175)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga
saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah selesai tepat pada
waktunya yang berjudul “PEMERINTAHAN INDONESIA PADA MASA ORDE BARU”.
Makalah ini berisikan tentang sejarah bangsa Indonesia, khususnya sejarah
Indonesia pada Masa Orde Baru dan Reformasi, diharapkan makalah ini dapat
menambahkan pengetahuan kita semua, bagaimana kehidupan masyarakat dan system
pemerintahan pada masa itu.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu,
kritik dan saran dari guru dan teman-teman yang bersifat membangun , selalu
saya harapkan demi lebih baiknya makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita.
Surabaya, 06 Juni 2015
Tim
Penyusun
DAFTAR ISI
NAMA KELOMPOK………………………………………….…………………………………………………..…i
KATA PENGANTAR………..………………………………..…………………………………………………….ii
DAFTAR ISI…………………….……………………………………….……………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN:
A. LATAR BELAKANG……….…………………………………………………………………….……..………1
B. RUMUSAN MASALAH….…………………………………………………………………….……………..1
C. TUJUAN……….…………………………………………………………………………………….…………….2
BAB II PEMBAHASAN:
1. Kebijakan Ekonomi Orde Baru………………………………………………………………………….3
2. Kebijakan Perdagangan Luar
Negeri………………………………………………………………….6
3. Kebijakan Pembangunan Orde Baru…………………………………………………………………7
4. Swasembada
Pangan………………………………………………………………………………………11
5. Krisis Ekonomi/Krisis Moneter………………………………………………………………………..13
BAB III PENUTUP:
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………….…………………..……14
B. SARAN………………………………………………………………………..………..……………………….14
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………………………….…………..16
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Orde baru merupakan sebuah istilah
yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa Soekarno (Orde Lama)
dengan masa Soeharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah
pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upaya untuk:
mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama, penataan
kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia, melaksanakan
Pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen dan menyusun kembali kekuatan
bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses
pembangunan bangsa.
Setelah Orde Baru memegang talpuk
kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk
terus-menerus mempertahankan status quo. Hal ini menimbulkan ekses-ekses
negatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya
berbagai macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya itu
direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut selalu
dianggap sah dan benar, walaupun merugikan rakyat.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Kebijakan ekonomi pada masa orde baru?
2. Kebijakan perdagangan luar negeri pada masa orde baru?
3. Kebijakan pembangunan pada masa orde baru? Kenapa Soeharto disebut
sebagai Bapak Pembangunan?
4. Swasembada pangan pada masa orde baru? Kenapa produksi beras di Indonesia
dulu sering diimpor ke Negara lain?
5. Krisis ekonomi pada masa orde baru?
C.
TUJUAN
Dengan dibuatnya makalah ini kami
berharap dapat mencapai tujuan yang kami inginkan yaitu, dapat mempelajari dan
memahami perkembangan masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru dan Reformasi
dan sekaligus mengerjakan tugas yang diberikan dosen mata kuliah perekonomian
Indonesia yang kami hormati.
Semoga makalah yang kami buat dapat
memberikan manfaat kepada mahasiswa-mahasiswi Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.
BAB II PEMBAHASAN
1. Kebijakan Ekonomi Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat “koreksi total” atas
penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966
hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat
meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di
negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga
semakin melebar.
Penataan Kehidupan Ekonomi, yaitu:
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai
peninggalan pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melakukan
langkah-langkah:
a. Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan
pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966.
b. MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program
penyelamatan, programstabilisasi dan rehabilitasi.
Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada
Ketetapan MPRS tersebut adalah:
1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan ekonomi.
2. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
3. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan ekonomi.
2. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
3. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Penyebab terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalah:
1. Rendahnya penerimaan negara.
2. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
3. Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.
4. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
5. Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang
berorientasi pada kebutuhan prasarana.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut,
maka pemerintah Orde Baru menempuh cara-cara,yaitu:
a. Mengadakan operasi pajak.
b.Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi
pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan
menghitung pajak orang.
c. Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif
dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
d. Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Dampak Positif Kebijakan Ekonomi Orde Baru :
- Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
- Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
- Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
- Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
- Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
- Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
- Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
- Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan Ekonomi Orde Baru :
• Kerusakan serta pencemaran lingkungan
hidup dan sumber daya alam
• Perbedaan ekonomi antardaerah,
antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.
• Terciptalah kelompok yang
terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
• Menimbulkan konglomerasi dan bisnis
yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
• Pembangunan yang dilakukan hasilnya
hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan
cenderung terpusat dan tidak merata.
• Pembangunan hanya mengutamakan
pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang
demokratis dan berkeadilan.
• Meskipun pertumbuhan ekonomi
meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
• Pembagunan tidak merata tampak dengan
adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa
terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian.
2. Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
Politik luar negeri era Soeharto
memiliki peranan besar dalam sistem perekonomian Indonesia. Soeharto membuka
jalur perdagangan internasional sehingga banyak investor dari luar yang masuk
dan berinvestasi di Indonesia. Akibatnya, rakyat merasakan dampak positif dari
berjalannya politik luar negeri yang dijalankan Soeharto. Rakyat menjadi makmur
tanpa kekurangan sandang pangan. Di satu sisi negatif, meskipun memang
perekonomian bersangsur-angsur membaik, akan tetapi justru menyebabkan
kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin terlihat semakin kontras.
Tujuan adanya investor asing adalah untuk menstabilkan perekonomian. Akan
tetapi justru hal tersebut menjadi kerugian bagi Indonesia dikarenakan ketika
$1 US masuk, Indonesia sesungguhnya memberi investor sebesar $4 US. Akibatnya
muncul berbagai pergolakan dalam negeri.
Jalur
Perdagangan Luar Negeri/Internasional
3. Kebijakan Pembangunan Orde Baru
Pada permulaan Orde Baru program
pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada
usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena
adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi
kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program
pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah
menempuh cara sebagai berikut:
1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
2. Kerja Sama Luar Negeri
3. Pembangunan Nasional
Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap
yaitu:
1) Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
1) Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
2) Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan
Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang
sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan. Selama masa
Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret
1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang
menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
• Tujuan Pelita I
:
Untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya.
• Sasaran Pelita
I :
Pangan, Sandang,
Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani.
• Titik Berat Pelita I :
Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui
proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih
hidup dari hasil pertanian.
2. Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret
1979)
Sasaran yang hendak di capai pada
masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana,
mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam
hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak
jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.
3. Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret
1984)
Pelita III lebih menekankan pada
Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah
pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi
Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua
pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam
suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Isi Trilogi Pembangunan adalah sebagai berikut.
• Pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
• Pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi.
• Stabilitas nasional yang sehat dan
dinamis.
4. Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret
1989)
Pada Pelita IV lebih dititik beratkan
pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesin industri itu sendiri.
Hasil yang dicapai pada Pelita IV
antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi
beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras.
kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian
Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain
swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk
keluarga.
5. Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret
1994)
Pada Pelita V ini, lebih menitik
beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk memantapakan swasembada
pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang
ekspor.
Pelita V adalah akhir dari pola
pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka
panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai
memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan
kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.
6. Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret
1999)
Titik beratnya masih pada pembangunan
pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini
terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang
mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Dalam bidang ekonomi Soeharto
mendapat julukan Bapak Pembangunan karena semasa pemerintahannya
perekonomian Indonesia dapat dikatakan mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Bahkan Dirjen Food A. Organization (FAO) Mr.Edouard Saouma memberikan
penghargaan atas keberhasilan Indonesia dalam berswasembada beras. Prestasi ini
tidak lain dikarenakan kebijakan politik saat itu (Era Soeharto) memang
diarahkan pada stabilitas politik keamanan dan pembangunan ekonomi.
4. Swasembada Pangan
Pengertian swasembada pangan ini
sesuai atau berpacu pada landasan hukum yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996
mengamanatkan pembangunan pangan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, dan
pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan
pangan, serta menjelaskan tentang konsep ketahanan pangan, komponen dan pihak
yang berperan dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Pasal 1 Ayat 17, konsep ketahanan
pangan yang dianut Indonesia adalah bahwa “Ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”.
Berdasarkan
definisi ketahanan pangan dalam UU RI No. 7 tahun 1996 yang mengadopsi
FAO (Food Association Organization), didapat 5 komponen yang harus
dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu :
1. Kecukupan ketersediaan pangan
2. Stabilitas ketersediaan pangan
3. Fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun
4. Aksesibilitas / keterjangkauan terhadap pangan
5. Kualitas / keamanan pangan
1. Kecukupan ketersediaan pangan
2. Stabilitas ketersediaan pangan
3. Fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun
4. Aksesibilitas / keterjangkauan terhadap pangan
5. Kualitas / keamanan pangan
Pada tahun 1980-an di Indonesia
pernah mencapai swasembada pangan, walaupun itu hanya untuk swasembada beras.
Namun di era reformasi seperti sekarang ini, dalam dunia perekonomian sudah
tercampur oleh warna sosial politik dan faktor – faktor lain sehingga membuat
kebijakan swasembada pangan mulai terabaikan. Akibatnya sampai saat ini pun
swasembada pangan di Indonesia masih belum tercapai. Mengapa belum tercapai,
karena dilihat dari kondisi dan fakta – fakta yang terjadi saat ini, seperti
pemerintah yang masih membuka jalur impor. Selain itu saat ini bisa dikatakan
bahwa politik anggaran pemerintah tidak memihak sektor pertanian.
Tidak tercapainya swasembada pangan
juga karena beberapa faktor – faktor hambatan, seperti kurangnya lahan
pertanian karena pembuatan gedung – gedung yang lebih meluas, produk luar yang notabenenya
lebih baik, benih yang kurang berkualitas, berkurangnya para petani, tidak menentunya
cuaca serta harga pupuk yang semakin mahal, dan masih banyak faktor lainnya.
Namun sebenarnya pada kenyataannya untuk beras sendiri sudah hampir swasembada,
namun pemerintah masih saja membuka jalur impor. Menanggapi itu semua, jika
Indonesia ingin swasembada pangan, pemerintahnya terlebih dahulu harus lebih memperhatikan
kesejahteraan para petani. Pemerintah juga harus memperluas lahan pertanian di
Indonesia. Namun, untuk mencapai swasembada bukan hanya dari pemerintah saja,
tetapi masyarakat juga harus sambil membantu. Untuk masyarakatnya sendiri harus
bisa mendukung produksi dalam negeri, dan jangan terlalu berpihak pada barang
impor. Selain itu sebagai masyarakat Indonesia harus puas dengan kualitas
produk sendiri, ini juga bisa dijadikan untuk kesejahteraan petani. Sebagai
masyarakat kita harus selalu mendukung, mengkoreksi, dan membenahi produksi
dalam negeri sendiri.
5. Krisis Ekonomi/Krisis Moneter
Krisis
Moneter
Pada waktu krisis melanda Thailand,
keadaan Indonesia masih baik. Inflasi rendah, ekspor masih surplus sebesar US$
900 juta dan cadangan devisa masih besar, lebih dari US$ 20 B. Tapi banyak
perusahaan besar menggunakan hutang dalam US Dollar. Ini merupakan cara yang
menguntungkan ketika Rupiah masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi masalah
karena diimbangi kekuatan penghasilan Rupiah.
Tapi begitu Thailand melepaskan
kaitan Baht pada US Dollar di bulan Juli 1997, Rupiah kena serangan
bertubi-tubi, dijual untuk membeli US Dollar yang menjadi murah. Waktu
Indonesia melepaskan Rupiah dari US Dollar, serangan meningkat makin
menjatuhkan nilai Rupiah. IMF maju dengan paket bantuan US$ 20B, tapi Rupiah
jatuh terus dengan kekuatiran akan hutang perusahaan, pelepasan Rupiah
besar-besaran. Bursa Efek Jakarta juga jatuh. Dalam setengah tahun, Rupiah
jatuh dari 2,000 dampai 18,000 per US Dollar.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Sejalan dengan
dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya
perubahan besar dalam pengimbangan
politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde Lama kita tahu
bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde
Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat,
dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada
pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh
suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama dan Orde
Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang
kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto
atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR yang akhirnya pada saat
itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi yang bisa
dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh
hingga sekarang ini.
SARAN
Perjalanan kehidupan birokrasi di
Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya birokrasi yang
telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat
ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk
kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang
demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada
pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup semakin menjadi
sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas
birokrasi secara institusional maupun individu.
Sejak orde lama hingga reformasi,
birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien dalam melanggengkan
kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer secara
terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial.
Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa
daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media menjadi
salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi.
Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan
catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk
merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun
sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk
memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai
penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang
lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan
menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses
pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan
masyarakat umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://shentiald.blogspot.com/2013/12/makalah-indonesia-pada-masa-orde-baru.html
http://latipahrabbani3103.wordpress.com/2014/06/27/kebijakan-swasembada-pangan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar